|
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Kamis, 21 Mei 2009
penyakit hepatitis c
Sabtu, 16 Mei 2009
PENYAKIT USUS BUNTU
Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis, Organ ini ditemukan pada manusia, mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Pada awalnya Organ ini dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi, tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid.
Seperti organ-organ tubuh yang lain, appendiks atau usus buntu ini dapat mengalami kerusakan ataupun ganguan serangan penyakit. Hal ini yang sering kali kita kenal dengan nama Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis).
Penyakit radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, namun faktor pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat diketahui secara pasti. Di antaranya faktor penyumbatan (obstruksi) pada lapisan saluran (lumen) appendiks oleh timbunan tinja/feces yang keras (fekalit), hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyabab adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.
Makan cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering kali tak tercerna dalam tinja dan menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda asin, Begitu pula terjadinya pengerasan tinja/feces (konstipasi) dalam waktu lama sangat mungkin ada bagiannya yang terselip masuk kesaluran appendiks yang pada akhirnya menjadi media kuman/bakteri bersarang dan berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan usus buntu tersebut.
Seseorang yang mengalami penyakit cacing (cacingan), apabila cacing yang beternak didalam usus besar lalu tersasar memasuki usus buntu maka dapat menimbulkan penyakit radang usus buntu.
Peradangan atau pembengkakaan yang terjadi pada usus buntu menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna pada usus buntu (appendiks) akibat adanya tekanan, akhirnya usus buntu mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah tak mendapatkan makanan lagi.
Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut (Peritonitis).
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya;
- Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak).
Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja. - Penyakit Radang Usus Buntu kronik.
Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (istilah kesehatannya).
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis) oleh Pasiennya. Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology ;
- Pemeriksaan fisik.
Pada appendicitis akut, dengan pengamatan akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi). Pada perabaan (palpasi) didaerah perut kanan bawah, seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu. - Pemeriksaan Laboratorium.
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah). - Pemeriksaan radiologi.
foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 – 97 %), terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks.
Bila diagnosis sudah pasti, maka penatalaksanaan standar untuk penyakit radang usus buntu (appendicitis) adalah operasi. Pada kondisi dini apabila sudah dapat langsung terdiagnosa kemungkinan pemberian obat antibiotika dapat saja dilakukan, namun demikian tingkat kekambuhannya mencapai 35%.
Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-tertutup (laparoskopi). Setelah dilakukan pembedahan, harus diberikan antibiotika selama 7 – 10 hari. Selanjutnya adalah perawatan luka operasi yang harus terhindar dari kemungkinan infeksi sekunder dari alat yang terkontaminasi dll.
I
flu babi (H1N1)
Penyakit Flu Babi
Virus flu kembali merajalela. Jika kita di Indonesia selalu dihantui virus flu burung (H5N1) sejak beberapa tahun terakhir, maka di bulan April ini, sekitar seribu orang di Meksiko terinfeksi virus flu babi (H1N1), 60 orang diantaranya meninggal dunia. Tidak hanya itu, virus yang sama juga telah mencapai Texas dan California, dimana 8 orang positif terinfeksi.
Penularan Antar Manusia
Babi sebagai sumber flu babi memiliki keunikan. Hewan ini tidak hanya dapat terinfeksi oleh virus flu babi, tapi juga virus flu yang berasal dari unggas dan virus flu manusia. Saat virus flu dari spesies yang berbeda menginfeksi babi, virus-virus tersebut dapat saling berkombinasi (tukar menukar elemen genetik) sehingga muncul virus baru. Saat ini dikenal empat macam virus flu babi yaitu H1N1, H1N2, H3N2, dan H3N1. Tetapi yang belakangan banyak ditemukan adalah jenis H1N1.
Virus H1N1 sejatinya hanya mengenai babi, tetapi karena adanya mutasi maka virus ini berubah sifat sehingga mampu menginfeksi manusia. Parahnya lagi, tidak seperti virus flu burung (H5N1) yang tidak ditularkan dari manusia ke manusia, virus flu babi H1N1 dapat menyebar dari orang ke orang.
Penularan dari babi ke manusia terjadi karena adanya kontak dengan babi yang terinfeksi atau kontak dengan benda-benda yang telah terkontaminasi. Sedangkan penularan dari manusia ke manusia hampir sama dengan cara penularan flu biasa, yaitu melalui batuk atau bersin. Manusia juga dapat terinfeksi karena menyentuh benda yang telah terkontaminasi virus flu babi dari dari orang lain, kemudian memegang mulut atau hidungnya.
Gagal Napas
Gejala flu babi hampir sama dengan flu biasa, yaitu demam, lesu, kurang semangat, dan batuk. Selain itu juga dapat dijumpai gejala meler dari hidung, radang tenggorokan, mual, muntah, dan diare. Pada tahap lanjut, dapat dijumpai sesak napas. Kematian biasanya terjadi akibat adanya kegagalan pernapasan.
Pada babi yang terkena virus H1N1, gejala biasanya berupa peningkatan suhu tubuh, depresi, batuk, keluar cairan dari hidung atau mata, bersin, susah bernapas, mata merah, dan tidak mau makan.
Pencegahan Penting
Obat flu babi sama dengan obat yang digunakan untuk flu biasa atau flu burung. CDC merekomendasikan obat antivirus oseltamivir (Tamiflu) atau zanamivir. Hanya saja, obat ini lebih efektif jika diberikan pada tahap dini perjalanan penyakit, saat kerusakan pada sel paru-paru belum terlalu parah.
Belum ada vaksin yang dapat melindungi manusia agar tidak terkena flu babi. Oleh karena itu, langkah pencegahan untuk membatasi penularan sangat penting. Berikut tindakan yang perlu diambil untuk mengurangi risiko penularan jika Anda sedang berada di daerah wabah flu babi :
- Menutup hidung dan mulut dengan tissue saat batuk atau bersin. Membuang tissue ke tempat sampah setelah digunakan.
- Mencuci tangan dengan sabun dan air, terutama setelah batuk atau bersin. Tissue yang mengandung alkohol juga dapat digunakan.
- Menghindari kontak erat dengan orang yang sakit flu.
- Jika sakit, hendaknya tetap berada di rumah, tidak pergi bekerja atau ke sekolah, agar tidak menginfeksi orang lain.
- Menghindari menyentuh mata, hidung, atau mulut. Virus menular lewat bagian tubuh tersebut.
Selasa, 14 April 2009
PENYAKIT FILARIASIS
Kaki gajah / filariasis merupakan penyakit menular yang di sebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahan (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki
Filariasis atau penyakit kaki gajah (elephantiasis) adalah penyakit menular yang mengenai saluran kelenjar limfe (getah bening) disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini menyerang semua golongan umum dan bersifat menahun. Jika seorang terkena penyakit ini dan tidak mendapatkan pengobatan sedini mungkin dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, buah dada dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki
Cacat yang menetap akan menimbulkan hambatan psikologis, stigma social dan akan menurunkan sumber daya manusianya, sehingga akan menimbulkan kerugian ekonomi akibat tidak sedikit dari mereka yang sangat tergantung kepada keluarga, masyarakat dan negara
Di indonesia filarialis telah tersebar luas hampir di semua propinsi, berdasarkan laporan dari daerah dan hasil survey pada tahun 2000 tercatat sebanyak 6500 kasus kronis di 1553 desa pada 231 kabupaten atau 26 propinsi. Pada tahun 2005 kasus kronis dilaporkan sebanyak 10.237 orang yang tersebar di 373 kabupaten/kota di 33 propinsi
Di Kota Depok pertama kali di laporkan kasus filariasis pada tahun 2001 di Kelurahan Grogol Kecamatan Limo sebanyak 1 orang, tetapi pada tahun berikutnya dilaporkan adanya kasus yang sama pada beberapa kelurahan lainnya. Untuk itu pada tahun 2004 dilakukan survey darah jari pada Kelurahan Grogol dan Kelurahan Krukut Kecamatan Limo dengan mengambil sample sebanyak 665 sample, hasilnya ditemukan 12 sample positif mengandung mikro filarial (mf rate 1,83%). Kemudian dilaporkan kembali adanya 3 kasus kronis di Kelurahan Tapos Kecamatan Cimanggis dan pada tahun 2005 dilakukan survey darah jari terhadap 505 sampel darah jari, ternyata ditemukan 11 sample positif mengandung mikro filarial (mf rate 2,18%) positif.
Sampai dengan awal tahun 2008 di Kota Depok telah dilaporkan sebanyak 14 kasus kronis filariasis dan 23 orang mengandung mikro filarial positif dengan rata-rata mikro filarial rate ≥ 1%.
Filariasis mudah menular, kriteria penularan penyakit ini adalah jika ditemukan mikro filarial rate ≥ 1% pada sample darah penduduk di sekitar kasus elephantiasis, atau adanya 2 atau lebih kasus elephantiasis di suatu wilayah pada jarak terbang nyamuk yang mempunyai riwayat menetap bersama/berdekatan pada suatu wilayah selama lebih dari satu tahun. Berdasarkan ketentuan WHO, jika ditemukan mikro filarial rate ≥ 1% pada satu wilayah maka daerah tersebut dinyatakan endemis dan harus segera diberikan pengeobatan secara masal selama 5 tahun berturut-turut.
Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 - 6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari.
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit nyamuk yang sudah terinfeksi, yaitu nyamuk yang dalam tubuhnya mengandung larva (L3). Nyamuk sendiri mendapat mikro filarial karena menghisap darah penderita atau dari hewan yang mengandung mikrofolaria. Nyamuk sebagai vector menghisap darah penderita (mikrofilaremia) dan pada saat itu beberapa microfilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk dalam lambung nyamuk. Dalam tubuh nyamuk microfilaria tidak berkembang biak tetapi hanya berubah bentuk dalam beberapa hari dari larva 1 sampai menjadi larva 3, karenanya diperlukan gigitan berulang kali untuk terjadinya infeksi. Didalam tubuh manusia larva 3 menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina serta bekembang biak
1. Gejalan dan tanda klinis akut :
- Demam berulang ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan timbul lagi setelah bekerja berat
- Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (limfadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
- Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal ke arah ujung kaki atau lengan
- Abses filaria terjadi akibat seringnya pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan dapat mengeluarkan darah serta nanah
- Pembesaran tungkai, lengan, buah dada dan alat kelamin perempuan dan laki-laki yang tampak kemerahan dan terasa panas
2. Gejala dan tanda klinis kronis :
Pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, alat kelamin perempuan dan laki-laki
1. Klinis - diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan gejala dan tanda klinis akut ataupun kronis
2. Laboratorium - Seseorang dinyatakan sebagai penderita falariasis apabila di dalam darahnya positif ditemukan mikrofilaria. Untuk uji laboratorium sebaiknya gunakan darah jari yang diambil pada malam hari (pukul 20.00 - 02.00)
1. Menghindarkan diri dari gigitan nyamuk
2. Memberantas nyamuk serta sumber perindukan
3. Meminum obat anti penyakit gajah secara masal
1. Pengobatan Masal
dilakukan di daerah endemis (mf rate > 1%) dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombilansikan dengan Albendazole sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut. Untuk mencegah reaksi pengobatan seperti demam atau pusing dapat diberikan Pracetamol.
Pengobatan massal diikuti oleh seluruh penduduk yang berusia 2 tahun ke atas, yang ditunda selain usia ≤ 2 tahun, wanita hamil, ibu menyusui dan mereka yang menderita penyakit berat.
2. Pengobatan Selektif
Dilakukan kepada orang yang mengidap mikrofilaria serta anggota keluarga yang tinggal serumah dan berdekatan dengan penderita di daerah dengan hasil survey mikrofilaria < 1% (non endemis)
3. Pengobatan Individual (penderita kronis)
Semua kasus klinis diberikan obat DEC 100 mg, 3x sehari selama 10 hari sebagai pengobatan individual serta dilakukan perawatan terhadap bagian organ tubuh yang bengkak.